Degradasi Moral Kawula muda
Maraknya kasus kekerasan seksual merupakan dampak dari dekadensi moral
masyarakat yang signifikan pasca era-globalisasi. Mudahnya mendapatkan
informasi melalui internet, gawai atau perangkat elektronik lainnya tanpa ada
pembatasan khusus adalah pemicu utama. Kekhawatiran terbesar ditujukan kepada
remaja dan anak-anak yang belum dapat menguasai pikiran dan birahi mereka,
ditambah pola hidup tidak teratur dan bebas yang dibawa arus globalisasi akan
dengan cepat menjerumuskan mereka melakukan tindakan-tindakan yang belum
sepatutnya dilakukan, seperti berhubungan seks dan mengkonsumsi minuman keras.
Pemerintah dalam hal ini harus lebih ketat dalam memberlakukan pembatasan
informasi yang akan dikonsumsi masyarakat, serta pemberlakuan sanksi tegas bagi
pihak yang menyalahgunakan informasi untuk melakukan tindakan kejahatan.
Moralitas sosial masyarakat mengenai
seksualitas, kini sudah sangat menyedihkan. Sepanjang tahun 2014-2016 sebanyak
1.1167 kasus pemerkosaan dari 5.002 kasus kekerasan seksual terjadi, dilaporkan
dari Catatan Tahunan Komnas Perlindungan Perempuan, yang setiap harinya
mendapatkan 12 laporan kasus tindakan kekerasan seksual. Kejadian ini dialami
Yuyun, siswi kelas II SMP Negeri 5 Rejanglebong, yang ditemukan tidak bernyawa
di sebuah jurang kebun milik warga dalam keadaan mengenaskan akibat perilaku
keji 14 orang pemuda, dan tujuh diantaranya merupakan anak dibawah umur. Hasil
autopsi sementara dari pihak Kepolisian ditemukan akibat ruda paksa.
Ketidaksiapan menerima informasi berdampak terhadap moral masyarakat, dimana
tingkat kesadaran manusia dalam kehidupan sudah mulai memudar. Padahal, dalam
menjalankan peran sebagai mahluk sosial, manusia harus memiliki tingkat
kesadaran tinggi agar tindakan-tindakan yang diperbuat dalam kehidupan
sehari-hari tetap dalam koridor kemanusiaan.
Pengetahuan masyarakat tentang agama dan aturan-aturannya juga sangat rapuh,
sebab agama yang seharusnya menjadi prinsip hidup setiap manusia, hanya
dijadikan sebagai formalitas dan ajang mendapat pujian. Eksistensi agama tidak
lagi merujuk kepada pedoman hidup dan ahlak yang baik, namun dijadikan oleh
beberapa pihak sebagai kamuflase menutupi perbuatan-perbuatan keji dan
kepentingan individu. Peran pemuka agama juga kurang efisien.
Seharusnya kegiatan-kegiatan keagamaan
ditujukan kepada pembentukan moral dan ahlak yang sesuai dengan Kitab Suci,
bukan hanya sekedar dakwah-dakwah konvensional dan penanaman doktrin yang
menyebabkan perpecahan antar umat beragama dan penurunan rasa cinta terhadap
sesama manusia. Peran keluarga, masyarakat dan lingkungan sebagai benteng utama
pembentukan moralitas seseorang mulai dipertanyakan. Sikap apatis masyarakat
yang kini sangat tinggi, meningkatkan pengenduran kesadaran terhadap tradisi
dan norma-norma yang berlaku.
“Jelas
menjadi menggemparkan bahwa teknologi telah melampaui kemanusiaan kita.” (Albert
Einstein, fisikawan). Oleh karenanya, kita sebagai masyarakat modern haruslah
menjaga moralitas dan menegakkan nilai-nilai tradisi dan norma yang berlaku
dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, sebagaimana dicantumkan dalam
Pancasila dan UUD 1945, yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar