Open Legal Policy








MK dalam beberapa Putusan menyatakan adanya ketentuan (norma) yang merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Ketika suatu norma UU masuk ke dalam kategori kebijakan hukum terbuka maka menurut MK norma tersebut berada di wilayah yang bernilai konstitusional atau bersesuaian dengan UUD 1945. 

Putusan Nomor 10/PUU-III/2005
 
Putusan ini adalah putusan pengujian Pasal 59 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (3) UUD  1945.


DPP Partai Nasional Banteng Kemerdekaan sebagai Pemohon pada pokoknya merasa dirugikan oleh keberadaan Pasal 59 ayat (2) karena ketentuan pembatasan persentase perolehan partai politik atau gabungan partai politik minimal 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah pemilihan yang bersangkutan, menyebabkan Pemohon tidak dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah pada pemilihan umum tahun 2004. Dalam putusan ini MK menyatakan Pasal 59 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945, dan karenanya menolak permohonan Pemohon. MK berpendapat bahwa ketentuan minimal 15% dari jumlah kursi DPRD atau dari akumulasi perolehan suara sah adalah kebijakan pembentuk UU yang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Menurut MK pilihan kebijakan yang demikian merupakan hak pembentuk UU dan dilindungi oleh konstitusi
”... sepanjang pilihan kebijakan demikian tidak merupakan hal yang melampaui kewenangan pembuat undang-undang dan tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945, maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat dilakukan pengujian oleh Mahkamah. Lagi pula pembatasanpembatasan dalam bentuk mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan hak-hak tersebut dapat dilakukan sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 28J ayat (2) ...” 

Putusan Nomor 16/PUU-V/2007

Putusan ini adalah putusan pengujian Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap Pasal 27 ayat (1), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Perkara ini diajukan karena para Pemohon menganggap bahwa ketentuan Electoral Threshold dalam pasal tersebut telah menghalangi hak konstitusionalnya sebagai partai politik untuk mengikuti Pemilu 2009.

Dalam amar putusan MK menyatakan permohonan para Pemohon ditolak. Menurut MK tindakan pembentuk UU yang memisahkan antara eksistensi partai politik dengan keikutsertaannya dalam pemilu adalah kebijakan hukum (legal policy) yang boleh dipilih secara bebas. MK berpendapat UUD 1945 telah memberikan mandat kepada pembentuk UU untuk mengatur syarat keikutsertaan partai politik dalam pemilu, termasuk mengenai persyaratan untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya dengan ketentuan Electoral
Threshold. Lebih tegas MK berpendapat, 

”... ketentuan tentang ET sudah dikenal sejak Pemilu 1999 yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum yang kemudian diadopsi lagi dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, yang menaikkan ET dari 2% (dua persen) menjadi 3% (tiga persen), sehingga para Pemohon seharusnya sudah sangat memahami sejak dini bahwa ketentuan tentang ET tersebut memang merupakan pilihan kebijakan dari pembentuk undang-undang dalam rangka membangun suatu sistem multipartai sederhana di Indonesia”.
MK memberikan penekanan bahwa,
”... kebijakan hukum (legal policy) di bidang kepartaian dan pemilu tersebut bersifat objektif, dalam arti sebagai seleksi alamiah dan demokratis untuk menyederhanakan sistem multipartai yang hidup kembali di Indonesia di era reformasi, setelah dianutnya sistem tiga partai pada era Orde Baru melalui penggabungan partai yang dipaksakan.”
Melalui putusan ini MK mengartikan pilihan kebijakan hukum sebagai kebebasan Pembentuk UU untuk menciptakan norma baru, bahkan norma baru demikian dapat saja tidak memiliki rujukan baik praktik maupun teoritis

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.