Mengawal Transparansi Tax Amnesty



Pemerintah harus segera membuat acuan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Semakin cepat regulasi terbit, kian lekas pula program pengampunan pajak (tax amnesty) diberlakukan. Diharapkan pula, target memulangkan aset milik warga Indonesia di luar negeri bisa terealisasi tahun ini.

Dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 28 Juni lalu, kebijakan tax amnesty berlaku hingga Maret 2017. Bila duit yang diincar baru pulang tahun depan, target pengumpulan dana tak akan tercapai. Padahal dana itu diperlukan untuk menambal defisit anggaran tahun ini, gara-gara penerimaan pajak yang jeblok. 

Pemerintah mengincar dana Rp 11.500 triliun milik warga Indonesia yang diparkir di luar negeri. Diperkirakan ada 6.000 rekening orang Indonesia di mancanegara dengan jumlah fantastis yang disembunyikan untuk menghindari pajak. Dengan menawarkan tarif pengampunan 2-5 persen, diprediksi akan banyak dana yang pulang. Pemerintah menargetkan perolehan Rp 165 triliun, yang masuk ke APBN-P 2016. 


Pemerintah harus membuat mekanisme yang jelas dan transparan dalam pengumpulan dana repatriasi. Harus ada jaminan bahwa aparat pajak yang akan menangani dana superjumbo dari para pengemplang pajak itu bersih alias tidak melakukan kongkalikong. Soalnya, tidak ada mekanisme monitor masyarakat. Publik tidak memiliki akses untuk mengintip informasi pajak yang tergolong rahasia itu. 

Kebijakan pengampunan pajak juga harus diikuti dengan law enforcement yang tegas. Pemilik duit yang bersedia mengikuti program ini harus dihormati. Sebaliknya, mereka yang enggan berpartisipasi jangan didiamkan. Buat aturan yang mempersulit usaha mereka di Indonesia. Sebab, pada dasarnya, mereka mencari uang dengan berbisnis di Tanah Air tapi menyimpan pundinya di negara lain. 

Perlu diingat, program ini bersifat sementara. Karena itu, pemerintah harus menjalankannya dengan sangat efektif. Jangan sampai muncul pemikiran- apalagi oleh wajib pajak-bahwa kebijakan serupa akan dibuka lagi, nanti. Pemikiran seperti itu hanya akan meruntuhkan wibawa pemerintah. 

Jangan lupa pula bahwa tujuan tax amnesty bukan sekadar mengumpulkan dana untuk menekan defisit anggaran negara. Ada tujuan utama yang jauh lebih mulia, yakni meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Artinya, di akhir program ini, pemerintah jangan cuma menghitung duit. Harus ada parameter untuk mengukur tingkat kepatuhan membayar pajak, apakah tetap, naik, atau malah merosot.
Pengampunan pajak harus dijadikan langkah awal untuk mereformasi sektor perpajakan secara lebih luas, termasuk memberi insentif bagi pembayar pajak yang taat dan sanksi buat pelanggar. Pemerintah harus pula menutup kelemahan aturan agar para pengemplang tak punya peluang menerbangkan asetnya ke negeri bertarif pajak murah, seperti Singapura.

Dialektika.net

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.