pembagian hukum bid'ah, mubah sunah dan wajib
Saya
teringat sebuah status dari salah seorang di facebook yang mempertanyakan
kebenaran yasinan, tahlilan dll lebih
tepatnya memepermasalahkan amaliah perbuatan orang nahdliyyin, dengan status kurang lebih seperti ini
“membaca yasin itu baik,, tetapi kalo yasinan?
Wah perlu dipertanyakan kebenarannya” ,dan “tahlil itu baik tetapi jika tahlilan,
peringatan kematian ziarah kubur? Perlu dibenarkan” saya sangat heran dengan
orang-orang seperti ini yang selalu mempermasalahkan sesuatu yang jelas-jelas
benar dan membawa maslahat, dan sibuk menanyakan dalil dasar hukumnya, jika
sudah diberiakn dalil mereka tidak mau menerimanya dengan alasan dalilnya
dhobit.
![]() |
dialektika.net |
saya fikir
merekalah yang salah karena tidak bisa memahami dan tidak mengerti karena
terlalu sombong sehingga tidak mau belajar ilmu gramatikal bahasa arab, enggan
belajar ushul fiqh, tidak mau belajar tafsir sehingga mengartikan sebuah dalil
nash maupun hadist dengan tekstual semaunya sendiri dengan apa yang dia tahu,
pahal dia tidak tau tentang ilmu tafsir dan bahasa arab.
Sebenarnya
apa tujuan mereka dengan gemarnya mentakfirkan saudara-saudaranya sesama muslim
yang melakukan amalan yang berbeda dan melalukan amalan-amalan bid’ah,
dan selalu menyumpah bahwa mereka yang melakukan bid’ah dan sejenisnya seperti
tahlilan, yasinan dan menjastis bahwa pelaku bid’ah yang akan masuk neraka. saya
menjadi heran yang berhak menentukan surga dan neraka itu siapa?
Menurut
saya bid’ah itu banyak macamnya, bukan hanya dholalah yang merka
sebutkan, atau mungkin yang merekatahu hanya dholalah,bid’ah itu
ada yang mubah, sunah bahkan wajib, contoh bid’ah mubah adalah
tasyakuran dengan membaca al-quran, yang sunah itu tahlilan yasisnan dll?
Sekarang mana unsur kemusrykan yang terdapat pada yasinan, pasti mereka tidak
pernah ikut yasinan sehingga tidak tahu, sehingga hanya bisa menyalahkan.
dan bid’ah
wajib ialah qodifikasi alqur’an,
kenapa disebut wajib? Bayangkan saja jika al-quran tidak di
qodifikasikan, mungkin kita tidak bisa menikmati kalam agung allah saat ini,
karena al-quran hanya dihafal oleh para sahabat yang kebanyakan gugur di medan
perang, lalu di tulis di pelepah kurma yang rapuh oleh alam, jika tidak di
kodifikasikan mungkin al-quran bisa lenyap.
Jika mereka
tidak bisa menerima bid’ah maka janganlah membaca qur’an, dlu qur’an ditulis di
pelepah daun kurma bukan di kertas yang baik dan indah saat ini, pada zaman
nabi al-quran belum di harokati, tidak usah sholat tarawih berjamaah, tidak
usah menggukan pengeras suara di masjid karna jaman nabi tidak menggunakan hal
demikian, tidak usah mandi menggunakan sabun, karna zaman nabi belum ada sabun, kalo
tidak mau menerima bid’ah mintalah hidup di zaman nabi.
Sholawatan,
yasinan tahlilan itu memiliki banyak nilai didalammnya, ada hablumminallah,hablumminannas,kenapa
bisa? Tahlilan dkk, itu membaca
ayat-ayat allah, meniatkan diri taqoruban ila allah, hablumninnas
karena dengan adanya tahliilan masyarakat selalu rukun damai dan tentram dengan
selalu berkumpul, bersilaturahim bukankah itu tujuan islam?
Sudah
jelas-jelas baik dan benar ,kenapa mesti disalahkan kan mencaci dengan hinaan dan menyamakan dengan
orang musyrik, kafir laknatullah ,, naudhubillah janganlah kita bertindak
demikian , wanala a’maluna, walakum a’malukum jika kita sudah punya keyakinan
yang kuat dan mempunyai hujjah ya biarkan saja
selagi membawa kedamian dan ketentraman, yang masuk surga itu buka orang
NU, muhammadiyah, persis, sy’ah, dll,akan tetapi orang yang benar dan bertaqwa.
Surga dan
neraka itu bukan milik kita sehingga kita semena-mena memberi jatah orang lain
neraka dan saya surga, yang memiliki surga nerakaadalah milik allah bukan kita, toh kita ibadah bukan karena
surga dan neraka, tetapi karna allah semata, mengharapkan rihonya bukan
mengharapkan surganya, karena jika allah rhido jangankan surga tuhanpun
bisa dinikmati oleh kita,karena senikmat-nikmatnya kenikamatan yaitu bisa
melihat allah yang maha agung. Itu saja.
21-01-2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar